Walikota Palangka Raya Tahun 1965-1975

JANTI SACONK 1 (Walikota Periode 18 September 1965 s/d 18 Oktober 1965)

Janti Saconk adalah Walikota Palangka Raya yang pertama. Pada waktu itu sebutannya adalah Walikota Kepala daerah Kotapraja Palangka Raya dan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1965) sebutannya berubah menjadi Walikota Kepala Daerah Kotamadya Palangka Raya. Beliau dilantik oleh Gubernur Tjilik Riwut atas nama Menteri Dalam Negeri pada tanggal 18 September 1965 atau lebih kurang 3 bulan setelah Kotapraja Palangka Raya diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri RI. Dr. Soemarno Sosroatmodjo. Janti Saconk merupakan Walikota Palangka Raya yang termuda, karena pada waktu menjabat baru berusia 36 tahun. Sebelum menjabat sebagai Walikota Kepala Daerah Kotapraja Palangka Raya, Janti Saconk adalah Sekretaris Kotapraja ( administratif ) Palangka Raya. Janti Saconk dilahirkan di Penda Ketapi masuk dalam wilayah Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas. Desa Penda Ketapi lebih kurang berjarak ½ jam perjalanan dengan perahu motor dari Kelurahan Mandomai, Ibukota Kecamatan Kapuas Barat. Tidak ada yang tahu tanggal yang tepat kapan beliau dilahirkan, tetapi diperkirakan beliau lahir pada Bulan Juni 1929. Hal ini didasarkan pada keterangan S. Mutar (saudara sepupu Janti Saconk) bahwa Janti Saconk lahir 3 bulan lebih muda dari S. Mutar. S. Mutar sendiri lahir pada Bulan Maret 1929. Janti Saconk lahir sebagai anak kedua dari 3 orang bersaudara, anak pasangan Tiki Gatar Kunom dan Ramintan Lawak. Kakak sulungnya laki-laki bernama Sinar Saconk adalah pendiri PT. Saconk, distributor minyak tanah terbesar di Kalimantan Tengah, sedang adik perempuannya Erna Saconk menikah dengan S. Mutar tetap tinggal di Penda Ketapi.

Janti Saconk muda memperoleh pendidikan formal “ala” Belanda. Dia pernah mengenyam pendidikan di Standart School kemudian disambung ke Schakel School di Kuala Kapuas. Keterangan ini sebenarnya agak membingungkan karena Standart School dan Schakel School mempunyai jenjang yang sama, mungkin saja Standart School yang ditempuhnya tidak sampai kelas lima sehingga masih harus disambung ke sekolah peralihan (Schakel School). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal yang diperoleh Janti Saconk sampai pada tingkat Schakel School. Janti Saconk juga pernah mengikuti pendidikan di bidang kesehatan (semacam mantri kesehatan) di Banjarmasin dan sudah magang menjadi petugas kesehatan (paramedis) di RS Ulin di Banjarmasin. Namun rupanya menjadi petugas kesehatan (paramedis) bukan lah panggilan jiwanya, karena sebelum menyelesaikan pendidikannya di bidang kesehatan Janti Saconk merantau ke Jakarta pada tahun 1949. Tidak jelas apa pekerjaan tetap Janti Saconk selama di Jakarta, tetapi yang pasti di Jakarta, Janti Saconk memperoleh kematangannya dalam kehidupan politik melalui aktivitas organisasi yang digelutinya. Selama masa pendidikan sebagai paramedis di Banjarmasin, Janti Saconk berkenalan dengan Husiana S Lamon, temannya sesama pelajar di pendidikan kesehatan. Husiana S Lamon adalah seorang siswi yang pandai, dan karena prestasinya yang menonjol dia memperoleh beasiswa untuk memperdalam keahliannya di Jakarta. Di Jakarta, dia bertemu lagi dengan Janti Saconk, dan keduanya akhirnya menikah di Jakarta pada tahun 1950. Pasangan Janti Saconk – Husiana S Lamon dikaruniai 10 orang anak yang terdiri dari 6 orang perempuan dan 4 orang laki-laki. Pada saat Propinsi Kalimantan Tengah telah berdiri sendiri pada tahun 1957, Tjilik Riwut memanggil seluruh putra Kalimantan Tengah yang ada di perantauan untuk kembali dan membangun Propinsi Kalimantan Tengah yang baru lahir itu. Ajakan tersebut tertuang dalam bukunya yang berjudul “Kalimantan Memanggil” yang diterbitkan pada tahun 1958. Janti Saconk sebagai salah seorang putra Kalimantan, terpanggil dengan ajakan Tjilik Riwut tersebut, sehingga akhirnya memutuskan untuk kembali ke Kalimantan Tengah pada tahun 1959.

Karier Janti Saconk di Propinsi Kalimantan Tengah dimulai di Kapuas dengan menjabat sebagai Kepala Kantor Pengerahan Tenaga Rakyat (PETRA) tahun 1959. Tahun 1960, Janti Saconk pindah ke Kota Palangka Raya dan bekerja di Kantor Gubernur Kalimantan Tengah pada bagian yang menangani urusan politik (semacam Badan Keselamatan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat sekarang), kemudian pindah lagi ke Kotapraja Palangka Raya pada tahun 1963, dengan jabatan Sekretaris Kotapraja Palangka Raya dibawah W. Coenraad sebagai Walikota (adminidtratif) Kotapraja Palangka Raya pada waktu itu. Pada saat beliau menjabat sebagai Sekretaris Kotapraja ini telah dimulai rintisan jalan darat ke Kelurahan Marang (lama) dan Kelurahan Bereng Bangkirai. Pada tahun 1965, Janti Saconk dipilih oleh DPRD–GR Kotapraja Palangka Raya sebagai Walikota Kepala Daerah Kotapraja Palangka Raya dan dilantik pada tanggal 10 September 1965. Namun demikian, Janti Saconk juga menjadi Walikota yang terpendek dalam melaksanakan tugasnya karena pada tanggal 18 Oktober 1965 beliau harus mengakhiri jabatannya. (hanya 1 bulan bertugas dan belum sempat menerima gaji). Dikalangan keluarga, rekan dan sejawatnya, Janti Saconk dikenal sebagai pribadi yang keras, tegas dan berani serta tidak pernah ragu-ragu. Di samping itu, beliau juga mempunyai semangat membangun dan jiwa sosial yang tinggi. Keputusannya untuk merantau ke Jakarta meskipun dilarang oleh ibundanya sendiri serta keputusannya untuk kembali ke Kalimantan Tengah pada tahun 1959 telah membuktikan sifat-sifatnya tersebut. Diceritakan juga bahwa selama di Jakarta, Janti Saconk juga menampung saudara-saudaranya untuk meneruskan pendidikan dan sering membantu pelajar/mahasiswa asal Kalimantan Tengah yang sedang menuntut ilmu di Jakarta. Kalau tanggal kelahirannya tidak diketahui, proses berakhirnya jabatan Janti Saconk juga diliputi misteri. Janti Saconk ditangkap oleh Tentara pada tanggal 18 Oktober 1965 di rumahnya (sekarang terletak di belakang Kantor Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Tengah) pada jam 22.00 WIB. Tidak jelas, alasan kenapa Janti Saconk ditangkap, berbagai kemungkinan telah diajukan oleh orang[1]orang yang mengenalnya misalnya karena keterlibatannya dengan orang-orang kiri (Janti Saconk sendiri adalah Ketua Pertindo Palangka Raya), karena mendirikan Dewan Revolusi, karena kedekatannya dengan Presiden Soekarno dan sebagainya. Janti Saconk sendiri menyatakan kepada istrinya bahwa dia tidak terlibat dalam gerakan G 30 S / PKI dan ini semua hanya fitnah dari orang-orang yang tidak senang. Berbagai dugaan tersebut tidak memperoleh jawaban yang pasti karena Janti Saconk tidak pernah diadili. Kejatuhan Janti Saconk adalah taruhan dari satu pertarungan politik yang memang telah dijalani dan digelutinya sejak masa mudanya.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *