Fogging Penting Cegah DBD Namun Ada Efek Samping

MEDIA CENTER, Palangka Raya – Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, Andjar Hari Purnomo, mengatakan, selain upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang efektif melalui gerakan 3 M, yakni menguras, menutup serta mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat nyamuk berkembang biak, maka fogging menjadi upaya alternatif yang penting pula dilakukan dalam mencegah penularan demam berdarah dengue (DBD).

“Untuk memberantas nyamuk dewasa yang sudah infektif memang perlu dilakukan fogging. Namun ada beberapa hal penting tentang fogging yang perlu diketahui,” ungkap Plt. Kepala Dinas Kesehan Kota Palangka Raya, dr. Andjar Hari Purnomo, Senin (11/2/2019).

Dikatakan fogging hanya dilakukan jika ada kasus yang menularkan penyakit DBD disebut nyamuk infektif, artinya nyamuk yang mengandung virus dengue DBD.

“Ya, karena fogging bertujuan hanya untuk memutuskan rantai penularan DBD yang terjadi di suatu tempat. Dimana nyamuk dewasanya dibasmi melalui fogging dan disertai PSN untuk memberantas jentiknya,”terang Andjar.

Disisi lain lanjut dia, fogging akan tetap memiliki efek samping, dimana terjadi polusi udara. Hal itu dikarenakan fogging menggunakan insektisida sehingga udara terkontaminasi dengan racun.

“Akan sangat berbahaya untuk pernafasan terutama bagi bayi, balita, lansia dan ibu hamil, serta mengganggu keseimbangan ekologi, Artinya rantai kehidupan terganggu. Sebut saja jika nyamuk punah, maka cicak juga punah karena makanannya tidak ada,”urainya.

Dijelaskan Andjar,  resistensi insektisida, jika terlalu sering di fogging dapat menyebabkan nyamuk kebal terhadap insektisida. Untuk mencegah hal demikian maka dosis insektisida terus dinaikkan dengan mengganti jenis insektisida yang lebih tinggi konsentrat r7 racunnya. 

“Namun ketika dosis insektisida dinaikan, maka tetap berdampak pada polusi udara/lingkungan semakin berbahaya,” tukasnya. 

Dalam bagian lain jelas Andjar,  jika nyamuk sudah kebal insektisida, maka tidak tertutup kemungkinan DNA nyamuk sudah berubah dan bisa saja menularkan penyakit baru. 

Untuk Kota Palangka Raya itu sendiri lanjut Andjar, dari awal tahun 2019 hingga sekarang telah dilaporkan sebanyak 34 kasus DBD dan telah dilakukan fogging di 18 lokasi. 

“Memang kita tidak secara menyeluruh melakukan fogging, karena ada sebagian warga yang tidak bersedia dilakukan fogging dalam rumah. Padahal kita tahu bahwa nyamuk Aedes Aegypti hidupnya dalam rumah,” ulasnya.

Menurut Andjar, jika dalam pelaksanaan fogging ada nyamuk yang lolos, maka akan menghasilkan telur atau jentik nyamuk yang bisa saja resisten terhadap insektisida. Selain itu nyamuk-nyamuk yang lolos tersebut dapat kembali menjadi sumber penularan penyakit. (MC. Isen Mulang.1/engga)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *